Lelaki itu berusia sekitar 58 tahun. Pada hari kesepuluh bulan Muharram, di tahun 61 H, selepas menunaikan shalat subuh, dia bergegas keluar tenda dan menaiki kuda kesayangannya. Pria itu menatap pasukan yang tengah mengepungnya. Mulailah dia berpidato yang begitu indah dan menyentuh hati قال أما بعد، فانسبوني فانظروا من أنا، ثم ارجعوا إلى أنفسكم وعاتبوها، فانظروا، هل يحل لكم قتلي وانتهاك حرمتي؟ ألست ابن بنت نبيكم ص وابن وصيه وابن عمه، وأول المؤمنين بالله والمصدق لرسوله بما جاء به من عند ربه! او ليس حمزة سيد الشهداء عم أبي! أوليس جعفر الشهيد الطيار ذو الجناحين عمى! [او لم يبلغكم قول مستفيض فيكم إن رسول الله ص قال لي ولأخي هذان سيدا شباب أهل الجنة!] فإن صدقتموني بما أقول- وهو الحق- فو الله ما تعمدت كذبا مذ علمت أن الله يمقت عليه أهله، ويضر به من اختلقه، وإن كذبتموني فإن فيكم من إن سألتموه عن ذلك أخبركم، سلوا جابر بن عبد الله الأنصاري، أو أبا سعيد الخدري، أو سهل بن سعد الساعدي، أو زيد بن أرقم، أو أنس بن مالك، يخبروكم أنهم سمعوا هذه المقاله من رسول الله ص لي ولأخي. أفما في هذا حاجز لكم عن سفك دمي! “Lihat nasabku. Pandangilah siapa aku ini. Lantas lihatlah siapa diri kalian. Perhatikan apakah halal bagi kalian untuk membunuhku dan menciderai kehormatanku. “Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu? Bukankah aku ini anak dari washi dan keponakan Nabimu, yang pertama kali beriman kepada ajaran Nabimu? “Bukankah Hamzah, pemuka para syuhada, adalah Pamanku? Bukankah Ja’far, yang akan terbang dengan dua sayap di surga, itu Pamanku? “Tidakkah kalian mendengar kalimat yang viral di antara kalian bahwa Rasulullah berkata tentang saudaraku dan aku “keduanya adalah pemuka dari pemuda ahli surga”? “Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan, dan sungguh itu benar karena aku tak pernah berdusta. Tapi jika kalian tidak mempercayaiku, maka tanyalah Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahl bin Sa’d, Zaid bin Arqam dan Anas bin Malik, yang akan memberitahu kalian bahwa mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan mengenai kedudukan saudaraku dan aku. “Tidakkah ini cukup menghalangi kalian untuk menumpahkan darahku?” Kata-kata yang begitu eloknya itu direkam oleh Tarikh at-Thabari 5/425 dan Al-Bidayah wan Nihayah 8/193. Namun mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar. Pasukan yang mengepung atas perintah Ubaidullah bin Ziyad itu memaksa pria yang bernama Husein bin Ali itu untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu’awiyah. Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan di masa Khilafah dulu itu sampai mengorbankan nyawa seorang Cucu Nabi SAW. Apa masih mau bilang khilafah itu satu-satunya solusi umat? Simak pula bagaimana Ibn Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah bercerita bagaimana Sayidina Husein terbunuh di Karbala pada 10 Muharram asyura. Pasukan memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya. Dan dengan cepat balutan kain terlihat penuh dengan darah Husein. Ada yang kemudian melepaskan panah dan mengenai leher Husein. Namun beliau masih hidup sambil memegangi lehernya menuju ke arah sungai karena kehausan. Shamir bin Dzil Jawsan memerintahkan pasukannya menyerbu Husein. Mereka menyerang dari segala penjuru. Mereka tak memberinya kesempatan untuk minum. Ibn Katsir menulis “Yang membunuh Husein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher Husein dan menyerahkan kepala Husein kepada Khawali bin Yazid.” Al-Bidayah, 8/204. Anas melaporkan bahwa ketika kepala Husein yang dipenggal itu dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya menyentuh mulut dan hidung Husein, Anas berkata “Demi Allah! sungguh aku pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu ke wajah Husein ini.” Ibn Katsir mencatat 72 orang pengikut Husein yang terbunuh hari itu. Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa mencata 4 ribu pasukan yang mengepung Husein, dibawah kendali Umar bin Sa’d bin Abi Waqash. Pada hari terbunuhnya Husein, Imam Suyuthi mengatakan dunia seakan berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning. Terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit terlihat memerah selama 6 bulan. Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam Tirmidzi yang meriwayatkan kisah dari Salma yang menemui Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, yang saat itu masih hidup Ummu Salamah wafat pada tahun 64 H, sementara Husein terbunuh tahun 61 H. Salma bertanya “Mengapa engkau menangis?” Ummu Salamah menjawab “Semalam saya bermimpi melihat Rasulullah yang kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu. Saya tanya mengapa engkau wahai Rasul?’ Rasulullah menjawab “saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.’” Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa khilafah dulu. Mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi khalifah. Apa mereka sangka Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas apakah mereka yang telah membunuh Sayidina Husein kelak masih berharap mendapat syafaat datuknya Rasulullah di padang mahsyar? Dalam kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita semua. Al-Fatihah... Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand, Dosen Senior Monash Law School Australia
AZABYANG MENIMPA PEMBUNUH SAYYIDINA HUSEIN BIN ALI R.AMereka yang terlibat dalam pembunuhan Cucu Rasulullah Sayyid Hussain adalah: Yazid bin Muawiyah, Ubaid
SIAPAKAH PEMBUNUHNYA ❓ Saat Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhuma pada tahun 60 H meninggal, anaknya yang bernama Yazid dibai’at sebagai khalifah. Adapun Husain bin Ali radhiallahu anhuma dan Abdullah bin Zubair termasuk yang enggan berbai’at kepada Yazid. Mereka berdua berangkat menuju Makkah dan menetap di sana. Kaum muslimin banyak yang mendatangi Husain radhiallahu anhu untuk mendengar ilmu dan wejangan dari beliau. Adapun Ibnu Zubair radhiallahu anhu menetap di tempat ibadahnya di sisi Ka’bah. Tidak berapa lama kemudian, berdatanganlah surat-surat yang berasal dari penduduk Kufah yang menghendaki kedatangan Husain radhiallahu anhu ke negeri mereka agar mereka segera membaiatnya sebagai pengganti Yazid bin Muawiyah. Yang pertama kali mendatangi Husain radhiallahu anhu adalah Abdullah bin Saba’, al-Hamdani, dan Abdullah bin Wal. Mereka membawa surat yang berisi ucapan selamat atas kematian Muawiyah radhiallahu anhu. Setelah itu, disusul oleh ratusan surat yang meminta Husain radhiallahu anhu untuk segera datang ke Kufah. Akhirnya Husain radhiallahu anhu mengutus anak pamannya yang bernama Muslim bin Aqil bin Abi Thalib ke Irak untuk meneliti duduk permasalahan sebenarnya dan kesepakatan mereka. Apabila hal ini sesuatu yang jelas dan mesti, Husain akan berangkat bersama keluarga dan kerabatnya. Tatkala Muslim bin Aqil tiba di Kufah, beliau singgah di rumah Muslim bin Ausajah al-Asadi. Ada pula yang berkata bahwa beliau singgah di rumah Mukhtar bin Abi Ubaid ats-Tsaqafi. Wallahu a’lam. Penduduk Kufah berbondong-bondong mendatangi Muslim untuk membaiatnya atas nama kepemimpinan Husain radhiallahu anhu. Jumlah mereka mencapai orang. Akhirnya, Muslim mengirim surat kepada Husain radhiallahu anhu agar segera datang ke Kufah karena pembaiatan telah siap. Husain radhiallahu anhu bersiap berangkat dari Makkah menuju Kufah. Berita kedatangan Husain radhiallahu anhu kian tersiar dan sampai kepada an-Nu’man bin Basyir radhiallahu anhuma yang ketika itu menjadi Gubernur Kufah bagi pemerintahan Yazid. Beliau seakan-akan tidak peduli dengan semakin gencarnya isu pembaiatan terhadap Husain radhiallahu anhu. Berita ketidakpedulian Nu’man radhiallahu anhuma sampai kepada Yazid. Yazid melengserkan Nu’man radhiallahu anhuma dari kedudukannya dan memerintah Ubaidullah bin Ziyad untuk menguasai Kufah dan Basrah sekaligus. Yazid berpesan kepada Ibnu Ziyad, “Jika engkau datang ke Kufah, carilah Muslim bin Aqil. Jika engkau mampu membunuhnya, bunuhlah.” Ibnu Ziyad berangkat dari Basrah menuju Kufah. Tatkala memasuki Kufah, ia menutup wajahnya dengan sorban hitam. Setiap kali dia melewati sekumpulan manusia, ia berkata, “Assalamu’alaikum.” Mereka menjawab, “Waalaikassalam, selamat datang wahai anak Rasulullah.” Mereka menyangka bahwa dia adalah Husain radhiallahu anhu, karena memang telah menunggu kedatangannya sampai akhirnya banyak penduduk mengerumuninya. Muslim bin Amr berkata, “Mundurlah kalian, ini adalah Gubernur Ubaidullah bin Ziyad.” Tatkala mereka mengetahui bahwa itu bukan Husain, mereka bersedih. Ubaidullah akhirnya yakin bahwa hal ini adalah kesungguhan. Dia kemudian memasuki istana Gubernur Kufah dan mengutus Ma’qil, maula Ubaidullah bin Ziyad, untuk meneliti keadaan dan melacak siapa dalang utama yang mengatur pembaiatan terhadap Husain radhiallahu anhu. Ma’qil berangkat dengan membawa uang dirham sambil menyamar sebagai orang yang berasal dari Hims yang datang untuk membaiat Husain radhiallahu anhu. Dia terus berlemah lembut hingga ditunjukkan kepadanya tempat Muslim bin Aqil dibaiat; yaitu rumah milik Hani bin Urwah. Akhirnya, dia mengetahui bahwa Muslim bin Aqil merupakan otaknya. Dia pun kembali dan mengabarkan hal ini kepada Ubaidullah. Setelah Muslim bin Aqil merasa bahwa segala sesuatu telah siap, dia mengirim berita kepada Husain radhiallahu anhu untuk segera datang ke Kufah. Husain akhirnya berangkat menuju Kufah, sementara Ubaidullah mengetahui apa yang dilakukan oleh Muslim bin Aqil. Keberangkatan Husain radhiallahu anhu bertepatan pada hari tarwiyah. Tatkala Husain radhiallahu anhu hendak berangkat, para sahabat Rasulullah g yang masih hidup ketika itu berusaha mencegah keberangkatan beliau. Di antara yang berusaha mencegahnya adalah Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma. Ketika itu Ibnu Umar sedang berada di Makkah. Tatkala mendengar Husain radhiallahu anhu menuju Irak, ia menyusulnya dalam perjalanan selama 3 malam. Setelah bertemu Husain, Ibnu Umar bertanya, “Hendak kemana engkau?” Husain menjawab, “Menuju Irak.” Sambil memperlihatkan surat-surat yang dikirim dari Irak kepadanya, “Ini surat-surat dan bai’at mereka.” Ibnu Umar berkata, “Jangan engkau datangi mereka.” Husain bersikeras berangkat sehingga Ibnu Umar berpesan, “Aku memberitakan kepadamu satu hadits, bahwa Jibril q mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu memberi pilihan kepada beliau shallallahu alaihi wa sallam antara dunia dan akhirat. Beliau shallallahu alaihi wa sallam memilih akhirat dan tidak menghendaki dunia. Sesungguhnya engkau adalah bagian dari diri beliau. Demi Allah, jangan sekali-kali ada di antara kalian yang memilih dunia. Tidaklah Allah azza wa jalla palingkan kalian darinya kecuali kepada sesuatu yang jauh lebih baik.” Namun, Husain enggan untuk kembali. Ibnu Umar radhiallahu anhuma menangis dan berkata, “Aku titipkan dirimu kepada Allah azza wa jalla agar tidak menjadi orang yang terbunuh.” Selain Ibnu Umar radhiallahu anhuma, yang berusaha mencegah beliau adalah Abdullah bin Abbas, Abu Sa’id al-Khudri, dan Abdullah bin Zubair g. Di Kufah, Ubaidullah yang telah mengetahui bahwa Muslim bin Aqil bersembunyi di balik Hani bin Urwah, memanggil Hani ke istananya. Ubaidullah bertanya, “Di manakah Muslim bin Aqil berada?” Hani menjawab, “Saya tidak tahu.” Ubaidullah bin Ziyad memanggil Ma’qil yang pernah menyamar menjadi seorang dari Hims untuk membaiat Husain radhiallahu anhu. Ubaidullah bertanya, “Apakah engkau mengenal orang ini?” Hani menjawab, “Ya.” Hani pun kebingungan. Akhirnya ia mengetahui bahwa hal ini ternyata makar dari Ubaidullah bin Ziyad. Ubaidullah bertanya, “Di mana Muslim bin Aqil?” Hani menjawab, “Demi Allah, seandainya dia berada di bawah kakiku, aku tidak akan mengangkatnya.” Ubaidullah memukul wajah Hani dengan tongkat hingga melukai bagian keningnya dan mematahkan hidungnya. Dia lalu memerintahkan agar Hani dipenjara. Muslim bin Aqil mendengar berita Hani ditahan. Ia mengerahkan para pendukungnya sejumlah orang penduduk Kufah. Di antara mereka ialah Mukhtar bin Abi Ubaid ats-Tsaqafi yang memegang bendera hijau, dan Abdullah bin Harits bin Naufal yang memegang bendera merah. Keduanya diatur menjadi pasukan sayap kanan dan kiri. Mendengar Muslim bin Aqil datang, Ubaidullah dan yang bersamanya segera memasuki istana dan menutup gerbangnya. Sebagian pemimpin kabilah yang berada di pihak Ubaidullah menasihati kaumnya agar meninggalkan Muslim bin Aqil. Sebagian lagi diperintahkan oleh Ubaidullah untuk mengelilingi Kufah untuk menghalangi bantuan kepada pasukan Muslim bin Aqil. Mereka pun melakukannya. Sampai-sampai, seorang wanita berkata kepada anak dan saudaranya, “Kembalilah, yang lain telah mencukupimu.” Seorang lelaki berkata, kepada anak dan saudaranya, “Sepertinya besok pasukan dari negeri Syam akan tiba. Apa yang dapat engkau perbuat menghadapi mereka?” Akhirnya mereka yang berkumpul bersama Muslim meninggalkannya satu per satu. Belum tiba sore hari, jumlah pasukan Muslim tersisa 500 orang, lalu menjadi 300 orang, kemudian menjadi 30 orang. Beliau shalat Maghrib bersama jamaahnya yang tersisa 10 orang. Setelah selesai shalat, Muslim pun tinggal sendirian, beliau bingung hendak pergi ke mana. Ia pun mengetuk salah satu rumah, keluarlah seorang wanita. Muslim berkata, “Berilah aku air.” Wanita itu memberikan air kepadanya. Muslim menceritakan tentang jati dirinya, “Penduduk Kufah telah berdusta dan menipuku,” ujarnya. Wanita itu memasukkan Muslim ke dalam rumah yang berdampingan dengan rumahnya. Anak wanita tersebut, Bilal bin Asid, mengetahui keberadaan Muslim. Ia segera memberitakan hal ini kepada Ubaidullah bin Ziyad. Abdurrahman bin Muhammad bin al-Asy’ats memberitakan kepada ayahnya, Muhammad bin Asy’ats yang sedang berada di sisi Ibnu Ziyad. Ibnu Ziyad mengutus 70 orang tentara berkuda untuk mengepung rumah tempat Muslim berdiam. Muslim sempat melakukan perlawanan, meski akhirnya menyerahkan diri dan dibawa ke istana Ibnu Ziyad. Ibnu Ziyad berkata kepada Muslim, “Aku akan membunuhmu.” Muslim berkata, “Beri aku kesempatan untuk memberi wasiat.” Ibnu Ziyad berkata, “Silakan beri wasiat.” Muslim melihat di sekelilingnya lalu menatap Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Muslim berkata, “Engkau orang yang paling dekat hubungan kerabatnya denganku. Kemarilah, aku ingin memberi wasiat kepadamu.” Muslim berpesan kepadanya agar menyampaikan kepada Husain radhiallahu anhu, “Kembalilah engkau bersama keluargamu. Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya mereka telah berdusta kepadamu dan kepadaku. Dan pendusta tidak pantas memiliki pendapat.” Setelah itu, dipenggallah kepala Muslim radhiallahu anhu oleh Bukair bin Humran. Ini terjadi pada hari Arafah bulan Dzulhijjah. Sementara itu, Husain telah berangkat dari Makkah pada hari tarwiyah. Setiba Husain radhiallahu anhu di Qadisiah, beliau mendengar berita terbunuhnya Muslim bin Aqil melalui utusan Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Husain radhiallahu anhu ingin kembali dan berdiskusi dengan anak-anak Muslim bin Aqil. Anak-anaknya menjawab, “Tidak, demi Allah, kami tidak akan kembali hingga kami membalas kematian ayah kami.” Akhirnya, Husain radhiallahu anhu mengikuti kemauan mereka. Setelah Ubaidullah bin Ziyad mengetahui bahwa Husain tetap berangkat menuju Irak, ia memerintahkan al-Hur bin Yazid at-Tamimi keluar membawa tentara sebagai pasukan pembuka yang akan menemui Husain radhiallahu anhu di tengah perjalanan. Al-Hur menemui Husain di Qadisiah dan bertanya, “Hendak kemana wahai anak dari anak perempuan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Menuju Irak.” Al-Hur memerintahkan Husain untuk kembali atau menuju Syam dan tidak memasuki Kufah. Namun, Husain tidak mengindahkannya. Tatkala Husain radhiallahu anhu tiba di Karbala, beliau bertanya, “Tempat apakah ini?” Dijawab, “Karbala.” Husain berkata, “Karbun wa bala kesulitan dan bencana.” Setelah itu, tibalah pasukan Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash dengan tentara yang berusaha membujuk Husain radhiallahu anhu agar mendatangi Irak untuk bertemu dengan Ubaidullah bin Ziyad. Tatkala Husain melihat bahwa urusannya semakin genting, Husain berkata kepada Umar bin Sa’ad, “Aku memberimu tiga pilihan, silahkan engkau pilih. 1 Engkau membiarkan aku kembali, 2 Aku pergi ke salah satu tempat berjihad kaum muslimin, atau 3 Aku mendatangi Yazid agar aku dapat meletakkan tanganku di bawah tangannya di Syam.” Umar menjawab, “Ya. Silakan engkau kirim utusan kepada Yazid, dan aku mengirim utusan kepada Ubaidullah untuk melihat keputusannya.” Namun, Husain tidak mengirim utusan kepada Yazid, sementara Umar telah mengirim utusan kepada Ubaidullah. Setibanya utusan Umar di hadapan Ubaidullah dan menceritakan apa yang dikatakan Husain radhiallahu anhu, pada awalnya Ubaidullah menyetujui pilihan mana saja. Namun, di sisi Ubaidullah ada seorang yang bernama Syamir bin Dzil Jausyan, termasuk orang yang sangat dekat dengan Ubaidullah. Ia berkata, “Tidak demi Allah, hingga dia tunduk kepada hukum yang engkau tetapkan.” Ubaidullah akhirnya menyetujui usulan Syamir dan berkata, “Ya, hingga ia tunduk kepada hukumku.” Ubaidullah kemudian mengutus Syamir dan mengambil alih kepemimpinan Umar bin Sa’ad. Setelah Husain radhiallahu anhu mengetahui berita bahwa dia harus tunduk kepada hukum Ubaidullah, beliau berkata, “Tidak demi Allah, Aku tidak akan tunduk kepada hukum Ubaidullah sama sekali.” Jumlah pasukan berkuda yang bersama Husain radhiallahu anhu ada 70 orang, sementara pasukan yang berasal dari Kufah berjumlah orang. Pada hari Jumat, pertumpahan darah tak terelakkan tatkala Husain radhiallahu anhu enggan menjadi tahanan bagi Ubaidullah bin Ziyad. Dua kekuatan yang tidak seimbang. Satu-satunya keinginan pasukan Husain radhiallahu anhu adalah meninggal sebagai pembela Husain radhiallahu anhu. Satu per satu mereka gugur hingga tidak tinggal seorang pun selain Husain radhiallahu anhu dan anaknya, Ali bin Husain radhiallahu anhuma, yang ketika itu dalam keadaan sakit. Sepanjang hari Husain radhiallahu anhu sendirian, tidak seorang pun berani mendekatinya. Mereka tidak ingin menjadi pembunuh Husain radhiallahu anhu. Hingga datanglah Syamir bin Dzil Jausyan yang dengan lantang, “Celaka kalian, kepung dia dan bunuhlah dia.” Mereka mengepung Husain hingga beliau berkeliling dengan pedangnya sambil membunuh siapa saja yang mendekatinya. Namun, jumlah yang banyak tetap saja mengalahkan sikap kepahlawanan beliau. Syamir pun berteriak, “Apa yang kalian tunggu? Majulah kalian.” Mereka pun merangsek maju mendekati Husain. Syamir termasuk yang membunuh Husain radhiallahu anhu dengan tangannya. Sinan bin Anas an-Nakha’i adalah orang yang memenggal kepala beliau. Jadi, Siapa yang Membunuh Husain? Telah sepakat referensi Syiah dan Ahlus Sunnah bahwa yang membunuh Husain radhiallahu anhu adalah kaum Syiah sendiri. Dalam kitab-kitab Syiah, diriwayatkan bahwa Ali bin Husain yang dikenal dengan sebutan “Zainul Abidin”, berkata mencela kaum Syiah yang telah menipu dan membunuh ayahnya, Husain radhiallahu anhu, “Wahai sekalian manusia, aku menuntut kalian karena Allah. Apakah kalian mengetahui bahwa kalian menulis surat kepada ayahku dan kalian telah menipunya? Kalian berikan kepadanya janji dan bai’at, lantas kalian membunuh dan menelantarkannya. Sungguh, celaka apa yang dilakukan oleh diri kalian dan buruknya sikap kalian. Dengan pandangan apa kalian melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat beliau berkata kepada kalian, Kalian telah membunuh keluargaku. Kalian telah merusak kehormatanku. Kalian bukanlah dari umatku’.” Terangkatlah suara tangisan para wanita tangisan dari setiap sudut diselingi ucapan mereka kepada yang lain, “Kalian telah binasa dengan apa yang kalian ketahui.” Ali bin Husain lalu berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang menerima nasihatku, dan memelihara wasiatku tentang Allah, Rasul-Nya, serta keluargaku. Sesungguhnya pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ada suri teladan yang baik bagi kita.” ath-Thabrasi dalam kitab al-Ihtijaj, 2/32; Ibnu Thawus dalam al-Malhuf, hlm. 92 Ketika al-Imam Zainul Abidin melihat penduduk Kufah meratap dan menangis, beliau menghardik mereka sambil berkata, “Kalian meratap dan menangis karena kami?! Siapa yang membunuh kami?!” al-Malhuf, hlm. 357, Maqtal al-Husain, Murtadha Iyadh, hlm. 83 Ummu Kultsum bintu Ali radhiallahu anhuma berkata, “Wahai penduduk Kufah, aib bagi kalian. Mengapa kalian tidak menolong Husain, namun justru membunuhnya. Kalian merampas hartanya lalu kalian warisi. Kalian menahan para wanitanya dan membuatnya binasa. Celaka kalian! Keanehan apa yang kalian lakukan? Dosa apa yang kalian pikul di atas punggung kalian? Darah apa yang telah kalian tumpahkan? Kemuliaan apa yang telah kalian raih? Anak wanita siapa yang telah kalian hilangkan kehormatannya? Harta apa yang telah kalian rampas? Kalian telah membunuh orang-orang terbaik setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan keluarganya. Telah dicabut rasa kasih sayang dari hati-hati kalian.” al-Malhuf, hlm. 91, Maqtal al-Husain, Murtadha Iyadh, hlm. 86 Demikian pula yang diucapkan oleh Zainab bintu Ali radhiallahu anhuma, “Wahai penduduk Kufah, kaum lelaki kalian membunuh kami, tetapi para wanita kalian menangisi kami. Yang menjadi hakim antara kami dan kalian adalah Allah azza wa jalla, pada hari ditetapkannya segala keputusan.” Ridha bin Nabi al-Qazwini dalam Tazhallumu az-Zahra, hlm. 264 Kazhim al-Ahsa’i berkata, “Sesungguhnya, pasukan yang keluar untuk memerangi Imam Husain radhiallahu anhu berjumlah orang. Seluruhnya adalah penduduk Kufah. Tidak ada seorang pun yang berasal dari Syam, Hijaz, India, Pakistan, Sudan, Mesir, dan Afrika. Bahkan, mereka seluruhnya adalah penduduk Kufah, yang berkumpul dari berbagai kabilah.” Asyura, hlm. 89 Husain bin Ahmad al-Baraqi an-Najafi mengatakan, “Termasuk yang dicerca dari penduduk Kufah ialah tindakan mereka menusuk Hasan bin Ali radhiallahu anhuma dan membunuh Husain radhiallahu anhuma setelah mereka memanggilnya.” Tarikh al-Kufah, hlm. 113 Muhsin al-Amin berkata, “Dua puluh ribu penduduk Irak yang telah membai’at Husain, menipu dan melakukan perlawanan terhadapnya. Bai’at berada di pundak mereka, sementara mereka membunuhnya.” A’yanu asy-Syiah, 1/26 Murtadha Muthahhari, salah seorang tokoh Syiah Rafidhah berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa Penduduk Kufah adalah termasuk Syiah pengikut Ali radhiallahu anhu. Yang membunuh Husain radhiallahu anhu adalah Syiah sendiri.” al-Malhamah al-Husainiyah, 1/129 Ia berkata pula, “Kami juga mengatakan bahwa terbunuhnya Husain radhiallahu anhu di tangan kaum muslimin, tetapi di tangan kaum Syiah setelah 50 tahun kematian Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini membingungkan dan tanda tanya mengherankan yang sangat menarik perhatian.” al-Malhamah al-Husainiyah, 3/95. Wallahu a'lam Bishowab. Disusun dari majalah Asysyariah Online. Oleh Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari Hafizhahullah. Diskrip/Dishare dan Disusun Ulang Abu Abdillah Muhammad Al Maidaniy. 📚 Ahlussunnah Tanah Karo 📚
| ፑիж асо эрυшሐց | ኾጢጯአсипс օшፍղоኘаպ հиηիжош |
|---|
| ኑтвο псխцαւеχуγ | Օղጡլωծекы ቂ осва |
| Μеዲоጏ оն | Κуτէ պючըсрωβ μοճоሦուκеլ |
| Феጰ ዉсοшυ хрαγዌ | Иц элуዷυ цοձиጹևσ |
5 Pada Makhluk Halus. Suatu kenyataan bahwa di dunia ini Tuhan menciptakan makhluk hidup yang berada di alam nyata juga ada yang hidup di alam gaib. Di Indonesia juga demikian, kita rakyat Indonesia tidak hidup sendiri tetapi ada jin dan malaikat di sekeliling kita meskipun keberadaannya tidak kita sadari.
Allah SWT memberikan balasan setimpal para pembunuh Husain di dunia. Karbala JAKARTA— Sejarah mencatat bahwa Allah SWT menghukum semua yang terlibat dalam pembunuhan Al Husain. Di tanah Karbala, Irak, cucu kesayangan Nabi ﷺ ini terbunuh bersama sebagian besar pemuda Ahlul Bait. Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, Az-Zuhri menuturkan "Semua orang yang terlibat dalam pembunuhan al-Husain mendapat hukuman Allah di dunia ini. Di antara mereka ada yang mati dibunuh, ada yang ditimpa kebutaan, ada yang kulit wajahnya menghitam, dan ada pula yang kehilangan kekuasaan dalam waktu singkat." Lihat Ash-Shawaiq al-Muhriqah. Abu Raja al-Aththaradi menuturkan Janganlah kalian mencela keluarga yang tinggal di tempat ini, maksudnya Ahlul Bait Nabi ﷺ. Dahulu, kami punya tetangga dari Balhajim, Kufah. Suatu hari ia berkata "Bagaimana pendapat kalian tentang si fasik bin fasik yang dilaknat Allah ini?" Si fasik yang dimaksudnya adalah al-Husain. Seketika itu juga, Allah melemparkan noktah putih dari langit ke matanya sehingga ia buta saat itu juga. Sungguh aku menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepala sendiri. Lihat Asy-Syariah. Atha bin Muslim meriwayatkan dari Ibnus Suddi bahwa ayahnya, Suddi, bercerita Dahulu kami, para budak, biasa menjajakan tekstil di perkampungan Karbala. Suatu hari, kami bertemu dengan seorang laki-laki yang terlibat dalam pembunuhan al- Husain. Laki-laki itu berkata, "Wahai penduduk Kufah, kalian memang pendusta! Kalian bilang bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan al-Husain telah dimatikan Allah dalam kondisi suul khatimah, atau terbunuh secara keji. Buktinya, aku masih hidup, padahal aku berada di tempat kematiannya ketika itu. Bahkan, kini aku mempunyai harta yang paling banyak." Baca juga 4 Sumber Ketenangan di Dunia yang Disebutkan Alquran Mendengar itu, kami pun segera menyudahi makan. Ketika itu lentera masih menyala. Pria itu kemudian beranjak untuk mematikan lentera tersebut. Ia berusaha mengeluarkan sumbu lampu dengan jari tangannya, tapi tiba-tiba api menyambar jarinya. Ia berusaha memadamkan api tersebut dengan meniupnya, tetapi ketika jari itu didekatkan ke mulut api justru menyambar janggutnya. Ia pun berlari ke kolam lalu menceburkan diri ke dalamnya, tetapi kulihat api itu tetap menyala di dalam air dan membakar tubuhnya sampai hangus seperti arang.” Lihat Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir. Sanad riwayat ini daif. Ada banyak riwayat yang mengisahkan hukuman Allah terhadap..
PutriNufail Umairah meriwayatkan bahwa ia mendengar putri Hasan bin Ali berkata: "Perkara yang kalian tunggu tidak akan terjadi hingga di antara kalian berusaha untuk memisahkan diri mereka dari yang lain dan saling melaknat."45 Penulis Al-Maqâtil ath-Thâlibiyîn Abu al-Faraj al-Isfahani menulis bahwa Fathimah, putri Husain bin Ali
Siapakah Pembunuh Husein Radhiyallahu anhuhiyallahu anhu?من هو القاتل الحقيقي للحسين رضي الله عنه؟Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. SYIAH KUFAH PEMBUNUH AL-HUSEIN Rhadhiyallahu anhuSeorang tokoh Islam yang terkenal di Pakistan, Maulana Ali Ahmad Abbasi menulis di dalam bukunya "Hazrat Mu'aawiah Ki Siasi Zindagi" bahwa di dalam sejarah Islam, ada dua orang yang sungguh kontroversial. Seorang daripadanya Amirul Mukminin Yazid yang makin lama makin dimusnahkan imejnya walaupun semasa hayatnya beliau diterima baik oleh tokoh-tokoh utama di zaman itu. Seorang lagi ialah Mansor Al Hallaj. Di zamannya dia telah dihukum sebagai mulhid, zindiq dan salah seorang daripada golongan qaramithah oleh masyarakat Islam yang membawanya disalib. Amirul Mukminin Al Muqtadir billah telah menghukumkan beliau murtad berdasarkan fatwa sekalian ulama dan fuqaha' yang hidup pada waktu itu, tetapi imejnya semakin cerah tahun demi tahun sehingga akhirnya telah dianggap sebagai salah seorang ' aulia illah'.Bagaimanapun semua ini adalah permainan khayalan dan fantasi manusia yang jauh daripada berpijak di bumi yang nyata. Semua ini adalah akibat daripada tidak menghargai dan memberikan penilaian yang sewajarnya kepada pendapat orang-orang pada zaman mereka tokoh-tokoh dari kalangan sahabat dan tabi'in yang sezaman dengan Yazid berdasarkan riwayat-riwayat yang muktabar dan sangat kuat kedudukannya menjelaskan kepada kita bahwa Yazid adalah seorang anak muda yang bertaqwa, alim, budiman, saleh dan pemimpin ummah yang sah dan disepakati kepemimpinannya. Baladzuri umpamanya dalam "Ansabu Al Asyraf" mengatakan bahwa, "Bila Yazid dilantik menjadi khalifah maka Abdullah bin Abbas, seorang tokoh dari Ahlul Bait berkata "Sesungguhnya anaknya Yazid adalah daripada keluarga yang saleh. Oleh itu tetaplah kamu berada di tempat-tempat duduk kamu dan berilah ketaatan dan bai'ah kamu kepadanya" Ansabu Al Asyraf, jilid 4, 4.Sejarawan Baladzuri adalah di antara ahli sejarah yang setia kepada para Khulafa' Abbasiah. Beliau telah mengemukakan kata-kata Ibnu Abbas ini di hadapan mereka dan menyebutkan pula sebelum nama Yazid ' Amirul Mukminin'.Abdullah Ibn Umar yang dianggap sebagai orang tua di kalangan sahabat pada masa itu pula bersikap tegas terhadap orang-orang yang menyokong pemberontakan yang dipimpin oleh Ibn Zubair terhadap kerajaan Yazid dan sikap yang begini disebut di dalam Sahih Bukhari bahwa, bila penduduk Madinah membatalkan bai'ah mereka terhadap Yazid bin Muawiyah maka Ibn Umar radhiyallahu anhumengumpulkan anak pinak dan sanak saudaranya lalu berkata, " Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Akan dipacakkan bendera untuk setiap orang yang curang membatalkan bai'ahnya pada hari kiamat.”Sesungguhnya kita telah berbai'ah kepadanya dengan nama AllahShubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya. Sesungguhnya saya tidak mengetahui kecurangan yang lebih besar daripada kita berbai'ah kepada seseorang dengan nama Allah Shubhanahu wa ta’alladan Rasul -Nya, kemudian kita bangkit pula memeranginya. Kalau saya tahu siapa daripada kamu membatalkan bai'ah kepadanya dan turut serta di dalam pemberontakan ini, maka terputuslah perhubungan di antaraku dengannya". Sahih Bukhari -Kitabu Al Fitan.Sebenarnya jika dikaji sejarah permulaan Islam kita dapati pembunuhan Sayyidina Husain di zaman pemerintahan Yazidlah yang merupakan fakta terpenting mendorong segala fitnah dan keaiban yang dikaitkan dengan Yazid tidak mudah ditolak oleh generasi kemudian. Hakikat inilah yang mendorong lebih banyak cerita-cerita palsu tentang Yazid diada-adakan oleh musuh-musuh Islam. Tentu sekali orang yang membunuh menantu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang tersayang-dibelai oleh RasulullahShallallahu alaihi wa sallam dengan penuh kasih sayang semasa hayatnya kemudian disebutkanpula dengan kelebihan dan keutamaan-keutamaannya di dalam hadis-hadits Baginda- tidak akan dipandang sebagai seorang yang berperi kemanusiaan apalagi untuk mengatakannya seorang soleh, budiman, bertaqwa dan pemimpin umat itulah cerita-cerita seperti Yazid sering kali minum arak, seorang yang suka berfoya-foya, suka mendengar muzik dan menghabiskan waktu dengan penari-penari, begitu juga beliau adalah orang terlalu rendah jiwanya sehingga suka bermain dengan monyet dan kera, terlalu mudah diterima oleh umat Islam soalnya, benarkah Yazid membunuh Sayyidina Husain? Atau benarkah Yazid memerintahkan supaya Sayyidina Husain dibunuh di Karbala?Selagi tidak dapat ditentukan siapakah pembunuh Sayyidina Husain yang sebenarnya dan terus diucapkan ' Yazidlah pembunuhnya' tanpa diselidik yang mendalam dan teliti, maka selama itulah nama Yazid akan terus tercemar dan dia akan dipandang sebagai manusia yang paling malang. Tetapi bagaimana jika yang membunuh Sayyidina Husain itu bukan Yazid? Kemanakah pula akan kita bawakan segala tuduhan-tuduhan liar, fitnah dan caci maki yang selama ini telah kita sandarkan pada Yazid itu ?Jika kita seorang yang cinta akan keadilan, berlapang dada, sudah tentu kita akan berusaha untuk membincangkan segala keburukan yang dihubungkan kepada Yazid selama ini dan kita pindahkan ke halaman rumah pembunuh- pembunuh Sayyidina Husain yang sebenarnya. Apalagi jika kita seorang Ahlus Sunnah Wal Jamaah, sudah tentu dengan adanya bukti-bukti yang kuat dan kukuh daripada sumber-sumber rujukan muktabar dan berdasarkan prinsip-prinsip aqidah yang diterima di kalangan Ahlus Sunnah, kita akan terdorong untuk membersihkan Yazid daripada segala tuduhan dan meletakkannya ditempat yang istimewa dan selayak dengannya di dalam rentetan sejarah awal marilah kita pergi ke tengah-tengah medan penyelidikan tentang pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala bersama-sama dengan beberapa ahli keluarganya. PEMBUNUH SAYYIDINA HUSAIN ADALAH SYIAH KUFAHTerlebih dahulu kita akan menyatakan dakwaan kita secara terus terang dan terbuka bahwa pembunuh Sayyidina Husain radhiyallahu anhuyang sebenarnya bukanlah Yazid tetapi adalah golongan Syiah ini berdasarkan beberapa fakta dan bukti-bukti daripada sumber-sumber rujukan sejarah yang muktabar. Kita akan membagi-bagikan bukti-bukti yang akan dikemukakan nanti kepada dua bagian 1. Bukti-bukti utama2. Bukti-bukti sokongan BUKTI-BUKTI UTAMADengan adanya bukti-bukti utama ini, tiada mahkamah yang bertugas untuk mencari kebenaran dan mendapatkan keadilan akan memutuskan Yazid sebagai tersangka dan sebagai oknum yang bertanggungjawab di dalam pembunuhan Sayyidina Husainradhiyallahu anhu. Bahkan Yazid akan dilepaskan dengan penuh penghormatan dan akan terbongkarlah rahasia yang selama ini menutupi pembunuh-pembunuh Sayyidina Husainradhiyallahu anhu yang sebenarnya di pertamanya ialah pengakuan Syiah Kufah sendiri bahwa merekalah yang membunuh Sayyidina Husain. Golongan Syiah Kufah yang mengaku telah membunuh Sayyidina Husain itu kemudian muncul sebagai golongan "At Tawwaabun" yang konon menyesali tindakan mereka membunuh Sayyidina Husain. Sebagai cara bertaubat, mereka telah saling membunuh antar sesama mereka seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebagai pernyataan taubatnya kepada Allah Shubhanahu wa ta’alakarena kesalahan mereka menyembah anak lembu sepeninggalan Nabi Musa alaihissalamke Thur mata darah yang dicurahkan oleh golongan "At Tawaabun" itu masih kelihatan dengan jelas pada lembaran sejarah dan tetap tidak hilang walaupun coba dihapuskan oleh mereka dengan beribu-ribu Syiah pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain ini diabadikan oleh ulama-ulama Syiah yang merupakan tonggak dalam agama mereka seperti Baaqir Majlisi, Nurullah Syustri dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing. Baaqir Majlisi menulis "Sekumpulan orang-orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, "Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang lain. Kita telah membunuh "Ketua Pemuda Ahli Syurga" karena Ibn Ziad gubernur Irak saat terjadi tragedi pembunuhan tersebut anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk memberontak terhadap Ibn Ziad tetapi tidak berguna apa-apa". Jilaau Al'Uyun, 430Qadhi Nurullah Syustri menulis pula di dalam bukunya Majalisu Al'Mu'minin bahwa selepas sekian lama lebih kurang 4 atau 5 tahun Sayyidina Husain terbunuh, ketua orang-orang Syiah mengumpulkan orang-orang Syiah dan berkata, "Kita telah memanggil Sayyidina Husain dengan memberikan janji akan taat setia kepadanya, kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampunkan kecuali kita saling membunuh". Dengan itu berkumpullah sekian banyak orang-orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat yang bermaksud, "Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu ". Al Baqarah 54. Kemudian mereka saling bunuh diantara mereka. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan gelaran "At Tawaabun".Sejarah tidak melupakan dan tidak akan melupakan peranan Syits bin Rab'ie di dalam pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala. Tahukah anda siapa itu Syits bin Rab'ie? Dia adalah seorang fanatik syiah, pernah menjadi duta kepada Sayyidina Ali di dalam peperangan Siffin, senantiasa bersama Sayyidina Husain. Dialah juga yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap kerajaan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4,000 orang bala tentera untuk menentang Sayyidina Husain dan dialah orang yang mula-mula turun dari kudanya untuk memenggal kepala Sayyidina Husain. Jilaau Al'Uyun dan Khulashatu Al Mashaaib, 37Masih adakah orang yang ragu-ragu tentang Syiahnya Syits bin Rab'ie dan tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mulla Baaqir Majlisi, seorang tokoh Syiah terkenal ? Secara tidak langsung ia bermakna pengakuan daripada pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan pula kepada Qais bin Asy'ats ipar Sayyidina Husain yang tidak diragukan lagi tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah menbeberkan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas selimut Sayyidina Husain dari tubuhnya setelah selesai pertempuran ? Khulashatu Al Mashaaib, 192.Selain daripada pengakuan mereka sendiri yang membuktikan merekalah sebenarnya pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain, kenyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam rombongan Sayyidina Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala yang terus hidup selepas peristiwa ini juga membenarkan dakwaan ini termasuk kenyataan Sayyidina Husain sendiri yang sempat ukirkan kisahnya oleh sejarah sebelum beliau terbunuh. Sayyidina Husain berkata dengan menujukan kata-katanya kepada orang-orang Syiah Kufah yang siap sedia bertempur dengan beliau"Wahai orang-orang Kufah! Semoga kamu dilaknat sebagaimana dilaknat maksud-maksud jahatmu. Wahai orang-orang yang curang, zalim dan pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi bila kami datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu maka sekarang kamu hunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang kami ". Jilaau Al' Uyun, ms 391. Beliau juga berkata kepada Syiah "Binasalah kamu! Bagaimana boleh kamu menghunuskan perang dendammu dari sarung-sarungnya tanpa sebuah permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami? Kenapakah kamu siap sedia untuk membunuh Ahlul Bait tanpa suatu sebab? " Ibid.Akhirnya beliau mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau "Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan sengsarakanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami ". Ibid Beliau juga dikisahkan telah mendoakan keburukan untuk mereka dengan kata-katanya "Binasalah kamu! Tuhan akan membalaskan bagi kelompokku di dunia dan di akhirat……..Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila mati nanti sudah tersedia azab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya". Mulla Baqir Majlisi-Jilaau Al'Uyun, 409.Dari kata-kata Sayyidina Husain yang dipaparkan oleh sejarawan Syiah sendiri, Mulla Baqir Majlisi, dapat disimpulkan bahawa Di’ayah yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam menjadi saksi sejarah bahwa pembunuhan Ahlul Bait di Karbala merupakan balas dendam dari Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait yang telah membunuh pemimpin-pemimpin Bani Umayyah yang kafir di dalam peperangan Badar, Uhud, Siffin dan lain-lain tidak lebih daripada propaganda kosong semata-mata karena pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain dan Ahlul Bait di Karbala bukannya datang dari Syam, bukan juga dari kalangan Bani Umayyah tetapi dari kalangan Syiah Syiah yang sentiasa diburu dan dihukum oleh kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang sejarah membuktikan termakbulnya doa Sayyidina Husain di medan Karbala terhadap menyiksa tubuh dengan memukulinya dengan rantai, pisau dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh golongan Syiah itu sehingga mengalir darah juga merupakan bukti diterimanya doa Sayyidina Husain dan upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat di kalangan Ahlus Sunnah tidak pernah ada upacara ritual semacam ini dan dengan itu jelas menunjukkan bahwa merekalah golongan yang bertanggungjawab membunuh Sayyidina kejam dan kerasnya hati golongan ini dapat dilihat pada tindakan mereka menyembelih dan membunuh Sayyidina Husain bersama dengan sekian banyak ahli keluarganya walaupun setelah mendengar ucapan dan doa keburukan untuk mereka yang dipinta oleh beliau. Itulah dia golongan yang buta mata hatinya dan telah hilang kewarasan pemikirannya karena setelah mereka selesai membunuh, mereka melepaskan kuda Zuljanah yang ditunggangi Sayyidina Husain sambil memukul-mukul tubuh mereka sendiri untuk menyatakan penyesalan. Dan inilah dia upacara perkabungan pertama terhadap kematian Sayyidina Husain yang pernah dilakukan di atas muka bumi ini sejauh pengetahuan sejarah. Dan hari ini bukankah anak cucu golongan ini meneruskan upacara perkabungan ini setiap kali tibanya 10 Muharram?Ali Zainal Abidin anak Sayyidina Husain yang turut serta di dalam rombongan ke Kufah dan terus hidup selepas berlakunya peristiwa itu pula berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang meratap dengan menyobek-nyobek baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka, "Mereka ini menangisi kami. Tidakkah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka?" At Thabarsi-Al Ihtijaj, 156.Pada halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau, "Wahai manusia orang-orang Kufah! Dengan Nama Allah Shubhanahu wa ta’alaaku bersumpah untuk bertanya pada kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwasanya kamu mengutuskan surat kepada ayahku menjemputnya datang, kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia mu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu".Sayyidatina Zainab, saudara perempuan Sayyidina Husain yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, "Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum lagi kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum lagi terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian diuraikannya kembali. Kamu juga telah mengoyak ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran...Adakah kamu meratapi kami padahal kamu sendirilah yang membunuh kami. Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Kumpulan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun". Jilaau Al ' Uyun, ms 424.Doa anak Sayyidatina Fatimah ini tetap menjadi kenyataan dan berlaku di kalangan Syiah hingga ke hari Kulthum anak Sayyidatina Fatimah pula berkata kepada kaum kuffah sambil menangis, "Wahai orang-orang Kufah! Buruklah hendaknya keadaanmu, buruklah rupamu, kenapa kamu menjemput saudaraku Husain kemudian tidak membantunya bahkan membunuhnya, merampas harta bendanya dan menawan orang-orang perempuan dari kelompok nya. Laknat Allah Shubhanahu wa ta’alaatas kalian dan semoga kutukan –Nya segera menimpamu".Beliau juga berkata, " Wahai orang-orang Kufah! Orang-orang lelaki dari kalangan kamu membunuh kami sementara orang-orang perempuan pula menangisi kami. Tuhan akan memutuskan di antara kami dan kamu di hari kiamat nanti". Ibid, ms 426-428Sementara Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain pula berkata, " Kamu telah membunuh kami dan merampas harta benda kami kemudian telah membunuh datukku Ali Sayyidina Ali. Sentiasa darah-darah kami menitis dari hujung-hujung pedangmu……Tak lama lagi kamu akan menerima balasannya. Binasalah kamu! Tunggulah nanti azab dan kutukan Allah Shubhanahu wa ta’alaakan terus-terusan menimpa kamu. Siksaan dari langit akan memusnahkan kamu akibat perbuatan terkutukmu. Kamu akan memukul tubuhmu dengan pedang-pedang di dunia ini dan di akhirat nanti kamu akan terkepung dengan azab yang pedih ".Apa yang dikatakan oleh Sayyidatina Fatimah bt. Husain ini dapat dilihat dengan mata kepala kita sendiri di mana-mana Syiah bukti utama yang telah kita kemukakan tadi, sebenarnya sudah mencukupi untuk kita memutuskan siapakah sebenarnya pembunuh Sayyidina Husain di Karbala. Daripada keterangan dalam kedua bukti yang lalu dapat kita simpulkan beberapa perkara 1. Orang-orang yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk memberontak adalah Orang-orang yang tampil untuk bertempur dengan rombongan Sayyidina Husain di Karbala itu juga Sayyidina Husain dan orang-orang yang ikut serta di dalam rombongannya terdiri dari saudara-saudara perempuannya dan anak-anaknya menyaksikan bahwa Syiahlah yang telah membunuh Golongan Syiah Kufah sendiri mengakui merekalah yang membunuh nyajuga menyatakan penyesalan mereka dengan meratap dan berkabung karena kematian orang-orang yang dibunuh oleh di dunia ini menerima keempat perkara tersebut diatas sebagai bukti yang kukuh dan jelas menunjukkan siapakah pembunuh sebenarnya di dalam sebuah kasus pembunuhan, yaitu bila pembunuh dan yang terbunuh berada di suatu tempat, ada orang menyaksikan pembunuhan itu dilakukan. Orang yang terbunuh sendiri menyaksikan tentang pembunuhnya dan puncaknya ialah pengakuan pembunuh itu sendiri. Jika keempat-empat perkara ini sudah terbukti dengan jelas dan diterima oleh semua mahkamah sebagai kasus pembunuhan yang cukup bukti-buktinya, maka bagaimana mungkin diragukan lagi tentang pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain itu? BUKTI-BUKTI PENDUKUNGWalaubagaimanapun kita akan mengemukakan lagi beberapa bukti pendukung supaya lebih meyakinkan kita tentang golongan Syiah itulah sebenarnya pembunuh Sayyidina Husain. Di antaranya ialah Tidak sukar untuk kita terima mereka sebagai pembunuh Sayyidina Husain apabila kita melihat kepada sikap mereka yang biadap terhadap Sayyidina Ali dan Sayyidina Hasan sebelum itu. Begitu juga sikap mereka yang biadap terhadap orang-orang yang dianggap oleh mereka sebagai Imam selepas Sayyidina Husain. Bahkan terdapat banyak pula bukti yang menunjukkan merekalah yang bertanggungjawab terhadap pembunuhan beberapa orang Imam walaupun mereka menuduh orang lain sebagai pembunuh Imam-imam itu dengan menyebar luaskan propaganda- propaganda mereka terhadap tertuduh itu. Di antara Kebiadaban mereka terhadap Sayyidina Ali ialah mereka menuduh Sayyidina Ali berdusta dan mereka pernah mengancam untuk membunuh Sayyidina Ali. Bahkan Ibnu Muljim yang kemudiannya membunuh Sayyidina Ali itu juga mendapat latihan serta didikan untuk menentang Sayyidina Utsman di Mesir dan berpura-pura mengasihi Sayyidina Ali. Dia pernah berjanji sebagai pengawal Sayyidina Ali selama beberapa tahun di Madinah dan dalam Jilaau Al' Uyun disebutkan bahawa Abdul Rahman Ibn Muljim adalah salah seorang daripada kumpulan yang terhormat yang telah dikirimkan oleh Muhammad bin Abu Bakr dari Mesir. Dia juga telah berbai'ah dengan memegang tangan Sayyidina Ali dan dia juga berkata kepada Sayyidina Hasan, " Bahwa aku telah berjanji dengan Tuhan untuk membunuh bapamu dan sekarang aku menunaikannya. Sekarang wahai Hasan jika engkau mau membunuhku, bunuhlah. Tetapi kalau engkau maafkan aku, aku akan pergi membunuh Muawiyah pula supaya engkau terselamat daripada kejahatannya". Jilaau Al ﷻ'yun, ms 218 Tetapi setelah golongan Syiah pada ketika itu merasakan rencana mereka semua akan gagal apabila perjanjian damai di antara pihak Sayyidina Ali dan Muawiyah disetujui, maka golongan Syiah yang merupakan musuh-musuh Islam yang menyamar atas nama Islam itu memikirkan diri mereka tidak selamat apabila perdamaian antara Sayyidina Ali dan Muawiyah berlaku. Maka golongan mereka telah mengasingkan diri daripada mengikuti Sayyidina Ali dan mereka menjadi golongan Khawarij sementara golongan yang lain tetap berada bersama Sayyidina Ali. Perpecahan yang berlaku ini sebanarnya satu taktik mereka untuk mempergunakan Sayyidina Ali demi kepentingan mereka yang jahat itu dan untuk berlindung di balik beliau dari hukuman dikarena kan pembunuhan mereka terhadap Khalifah Utsman. Sayyidina Hasan pula pernah ditikam pahanya oleh golongan Syiah hingga tembus kemudian mereka menunjukkan pula kebiadabannya terhadap Sayyidina Hasan dengan merampas harta bendanya dan menarik kain sajadah yang diduduki oleh Sayyidina Hasan. Ini semua tidak lain karena Sayyidina Hasan telah bersedia untuk berdamai dengan pihak Sayyidina Muawiyah. Bahkan bukan hanya itu saja mereka telah menuduh Sayyidina Hasan sebagai orang yang menghinakan orang-orang Islam dan sebagai orang yang mencoreng muka orang-orang Mukmin. Kebiadaban Syiah dan kebusukan hatinya ditujukan juga kepada Imam Jaafar As Shadiq bila seorang Syiah yang sangat setia kepada Imam Jaafar As Shadiq yaitu Rabi' menangkap Imam Jaafar As Shadiq dan membawanya kehadapan Khalifah Al-Mansur supaya dibunuh. Rabi' telah memerintahkan anaknya yang paling keras hati supaya menyeret Imam Jaafar As Shadiq dengan kudanya. Ini tersebut di dalam kitab Jilaau Al ' Uyun karangan Mulla Baqir Majlisi. Di dalam kitab yang sama pengarangnya juga menyebutkan kisah pembunuhan Ali Ar Ridha yaitu Imam yang ke delapan dari pihak Syiah, bahwa beliau telah dibunuh oleh Sabih Dailamy, seorang fanatik Syiah dengan perintah Al Makmun. Bagaimanapun diceritakan bahawa selepas dibunuh itu Imam Ar Ridha dengan mukjizatnya terus hidup kembali dan tidak ada bekas sabetan pedang di tubuhnya. Bagaimanapun Syiah telah menyempurnakan tugasnya untuk membunuh Imam Ar Ridha. Oleh karena itu tidaklah heran golongan yang sampai begini biadabya terhadap Imam-imam boleh membunuh Sayyidina Husain tanpa belas kasihan di medan jadi kita akan mengatakan bagaimana mungkin pengikut-pengikut setia Imam-imam ini yang dikenali dengan 'syiah' boleh bertindak kejam pula terhadap Imam-imamnya? Tidakkah mereka sanggup mempertahankan nyawa demi mempertahankan Iman-imam mereka? Secara ringkas bolehlah kita katakan bahawa 'perasaan keheranan' yang seperti ini mungkin timbul dari dalam fikiran Syiah, yang tidak mengetahui latar belakang terbentuknya aliran Syiah itu sendiri. Mereka hanya menerima secara membabi buta perilaku orang-orang terdahulu. Adapun orang-orang yang mengadakan sesuatu faham dengan tujuan-tujuan tertentu dan masih hidup ketika ajaran dan aliran itu bermula, tentu saja mereka sedar maksud dan tujuan mereka mengadakan ajaran tersebut. Pada lahirnya mereka menunjukkan taat setia dan kasih sayang kepada Imam-imam itu, tetapi pada hakikatnya adalah sebaliknya. Di antara bukti yang menunjukkan tidak ada peranan Yazid dalam pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala, bahkan golongan Syiahlah yang bertanggungjawab membunuh beliau bersama dengan orang-orang yang ikut serta di dalam rombongan itu, ialah adanya hubungan yang eratdi antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah, selepas berlakunya peperangan Siffin dan juga selepas berlakunya peristiwa pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala. Tidak mungkin orang-orang yang berakhlak muliaseperti kalangan Ahlul Bait akan menjalin hubungandengan orang-orang yang diketahui oleh mereka sebagai pembunuh-pembunuh atau orang-orang yang bertanggungjawab di dalam membunuh ayah, datuk atau saudara mereka Sayyidina Husain. Hubungan ini selain daripada menunjukkan pemerintah-pemerintah dari kalangan Bani Muawiyah dan Yazid sebagai orang yang tidak bersalah di dalam pembunuhan ini, ia juga menunjukkan mereka adalah golongan yang bersikap baik kepada Ahlul Bait dan sentiasa menjalin ikatan kasih sayang di antara mereka dan Ahlul Bait. Di antara contoh hubungan persemendaan ini ialah1. Anak perempuan Sayyidina Ali sendiri bernama Ramlah telah menikah dengan anak Marwan bin Al-Hakam yang bernama Muawiyah yaitu saudara kepada Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan. Ibn Hazm-Jamharatu Al Ansab, 802. Seorang lagi anak perempuan Sayyidina Ali menikah dengan Amirul Mukminin Abdul Malik sendiri yaitu khalifah yang ke empat dari kerajaan Bani Umaiyah. Al Bidayah Wa An Nihayah, jilid 9 693. Seorang lagi anak perempuan Sayyidina Ali yaitu Khadijah menikah dengan anak gubernur 'Amir bin Kuraiz dari Bani Umaiyah bernama Abdul Rahman. Jamharatu An Ansab, 68. ' Amir bin Kuraiz adalah gubernur bagi pihak Muawiyah di Basrah dan dalam peperangan Jamal dia berada di pihak lawan Sayyidina Sayyidina Hasan pula bukan seorang dua yang telah menikah dengan pemimpin-pemimpin kerajaan Bani Umaiyah bahkan sejarah telah mencatatkan 6 orang daripada cucu. beliau telah menikah dengan mereka yaitu 1. Nafisah binti Zaid bin Hasan menikah dengan Amirul Mukminin Al Walid bin Abdul Malik bin Zainab binti Hasan Al Mutsanna bin Hasan bin Ali juga telah menikah dengan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik. Zainab ini adalah di antara orang yang turut serta di dalam rombongan Sayyidina Husain ke Kufah dan dia adalah salah seorang yang menyaksikan peristiwa pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala dengan mata kepalanya Ummu Qasim binti Hasan Al Mutsanna bin Hasan bin Ali menikah dengan cucu Sayyidina Uthman yaitu Marwan bin Aban. Ummu Qasim ini selepas kematian suaminya Marwan menikah pula dengan Ali Zainal Abidin bin Al Cucu perempuan Sayyidina Hasan yang keempat telah menikah dengan anak Marwan bin Al-Hakam yaitu Cucu Sayyidina Hasan yang kelima bernama Hammaadah binti Hasan Al Mutsanna menikah dengan anak saudara Amirul Mukminin Marwan bin Al Hakam yaitu Ismail bin Abdul Cucu Sayyidina Hasan yang keenam bernama Khadijah binti Husain bin Hasan bin Ali juga pernah menikah dengan Ismail bin Abdul Malik yang tersebut tadi sebelum sepupunya diingat bahawa mereka semua yang tersebut meninggalkan kalangan anak cucu Sayyidina Husain pula yang telah menjalin pernikahan dengan individu-individu dari keluarga Bani Umaiyah, antaranya ialah 1. Anak perempuan Sayyidina Husain yang terkenal bernama Sakinah. Selepas beberapa lama terbunuh suaminya Mus'ab bin Zubair, beliau telah menikah dengan cucu Amirul Mukminin Marwan yaitu Al Asbagh bin Abdul Aziz bin Marwan. Asbagh ini adalah saudara Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz sedangkan isteri Asbagh yang kedua ialah anak dari Amirul Mukminin Yazid yaitu Ummu Yazid. Jamharatu Al -Ansab2. Sakinah anak Sayyidina Husain yang tersebut tadi pernah juga menikah dengan cucu Sayyidina Uthman yang bernama Zaid bin Amar bin anak cucu dari saudara-saudara Sayyidina Husain yaitu Abbas bin Ali dan lain-lain juga telah menjalin perhubungan baik dengan keluarga Umaiyah. Di antaranya yang boleh disebutkan ialah Cucu perempuan dari saudara Sayyidina Husain yaitu Abbas bin Ali bernama Nafisah binti Ubaidillah bin Abbas bin Ali menikah dengan cucu Amirul
AliImran : 31. "Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.". Al-Baqarah : 165.
loading...Ilustrasi Imam Husain bin Ali radhiallahu anhu cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW ketika syahid di pertempuran Karbala Irak. Foto/Ist Husain bin Ali radhiallahu 'anhu حسين بن adalah cucu kesayangan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan putra dari Sayyidah Fatimah az-Zahra dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA . Berikut karomah beliau seperti diceritakan dalam buku "Kisah Karomah Wali Allah" karangan Syeikh Yusuf bin Ismail Syihab al-Zuhri menuturkan bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhanAl- Husain mendapat siksa di dunia. Ada yang dibunuh, buta, wajahnya menghitam, atau kehilangan kekuasaan dalam waktu singkat. Di antara yang mengalaminya adalah Abdullah bin Khashin. Baca Juga Ketika pihak Yazid bin Muawiyah dan Husain berperang dan mereka menghalangi Husain untuk mendapatkan air, Abdullah memanggil Husain lalu berkata, "Hai Husain ! Tidakkah kamu lihat air itu seolah-olah berada di tengah-tengah langit. Demi Allah, kamu tidak akan merasakan setetes air pun, sampai kamu mati kehausan." Kemudian Husain berdoa, "Ya Allah, semoga dia mati kehausan".Lalu Abdullah meminum air itu tanpa henti tetapi dahaganya tidak hilang juga, sampai ia mati kehausan. Dikemukakan oleh Imam al-Syali Ba’lawi dalam kitab Al Masyru’ al-Marwi Dalam kisah lain diceritakan bahwa Husain berdoa ketika hendak meminum air yang dibawanya, tiba- tiba seorang laki-laki yang dikenal sebagai seorang penakut memanah Husain. Anak panah itu mengenai langit-langit mulut Husain sehingga ia tidak bisa minum. Lalu Husain RA berdoa, "Ya Allah, berikan rasa haus kepadanya". Maka orang yang keji itu berteriak-teriak karena perutnya kepanasan dan punggungnya kedinginan. Kemudian di depannya diletakkan es dan kipas, sementara di belakangnya diletakkan tungku perapian, dia berteriak, "Beri aku minum!" Baca Juga Lalu ia diberi satu wadah besar berisi arak, air, dan susu, yang cukup untuk lima orang. Ia meminumnya, tetapi ia tetap berteriak kehausan. Ia diberi minum lagi dengan ukuran semula, lalu meminumnya sampai perutnya kembung seperti perut unta. Dituturkan oleh Ibnu Hajar dalam Kitab Al- Shawa'iqAl-Syali juga menceritakan bahwa ada seseorang yang hanya menghadiri pembunuhan Husain , lalu ia menjadi buta. Ketika ditanya tentang sebab kebutaannya, ia menceritakan bahwa ia melihat Nabi SAW memegang pedang, dan di depan beliau terhampar tikar dari kulit. Ia juga melihat 10 orang pembunuh Husain disembelih di hadapan Nabi. Nabi mencela dan mencemoohnya karena telah ikut mendukung para pembunuh Nabi menempelkan celak dari darah Husain ke matanya, lalu ia menjadi buta. Dalam Kisah lain, Asy-Syali menceritakan bahwa ada seseorang yang menggantung kepala Husain dengan tali pelana kudanya. Beberapa hari kemudian, wajahnya tampak lebih hitam daripada aspal. Ada seseorang yang berkata kepadanya, "Anda adalah orang Arab yang paling hitam wajahnya". Dia berkata, "Pada malam ketika aku memegang kepala Husain itu, lewatlah dua orang yang mencengkeram lenganku. Mereka menggiringku ke arah api yang menyala-nyala dan mendorongku masuk ke dalamnya. Aku hanya bisa menunduk lemah, api itu menghanguskan kulitku sehingga hitam legam seperti yang kau lihat". Akhirnya ia tewas dalam kondisi mengenaskan. Husain yang merupakan adik kandung dari Imam Hasan RA wafat dalam pertempuran Karbala yang terjadi di Karbala Irak. Beliau syahid pada hari Jumat, bulan Asyura Muharram, 61 Hijriyah. Semoga Allah Ta'ala meridhoinya. Baca Juga Wallahu Ta'ala A'lamrhs
. 182 137 232 158 267 64 408 206
nasib pembunuh husain bin ali